My Philosophy

"Banyak yang kita tahu tetapi tidak pernah kita katakan, banyak yang kita katakan tetapi tidak pernah kita lakukan, Hukum butuh orang yang berani mengatakan dan berani melakukan, karena hukum bukan retorika dari siapapun." (Khaerul H. Tanjung, 2006)

Wednesday, October 24, 2007

Rule of Origin Dalam Perdagangan Internasional (1)


Dalam kerangka perdagangan internasional setidaknya ada dua putaran negosiasi dagang yang paling akhir setelah disahkannya GATT tahun 1974, yaitu Putaran Tokyo yang diselesaikan tahun 1979 dan Putaran Uruguay yang diselesaikan tahun 1993. Putaran Uruguay adalah yang terpenting dari semua negosiasi dagang multilateral dalam 50 tahun belakangan ini karena berhasil menciptakan organisasi internasional baru, yaitu Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan seperangkat perjanjian-perjanjian yang sudah mengalami perluasan yang sangat besar dalam mengatur perdagangan internasional.
Perjanjian asal barang (Agreement on Rules of Origin) merupakan bagian dari perjanjian, keputusan dan kesepakatan yang termuat dalam Uruguay Round Agreements on Trade in Goods. Dengan demikian perjanjian ini harus diterima secara keseluruhan sebagai paket hasil Perundingan Putaran Uruguay (single undertaking).

Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai melalui perjanjian rules of origin adalah mengadakan harmonisasi semua aturan mengenai asal barang (rules of origin) diluar aturan mengenai asal barang yang berkaitan dengan pemberian preferensi tariff dan menjamin bahwa aturan-aturan mengenai asal barang itu tidak menimbulkan rintangan yang tidak dikehendaki terhadap perdagangan. Disamping itu pertimbangan lainnya dalam perundingan mengenai Rules of Origin adalah:

  1. keyakinan bahwa adanya ketentuan asal barang yang penerapannya jelas dan dapat diprediksi akan dapat meningkatkan arus perdagangan internasional;
  2. perlunya peraturan tentang undang-undang, ketentuan dan praktek-praktek mengenai asal barang yang transparan;
  3. perlu adanya suatu mekanisme dan prosedur konsultasi yang cepat, efektif, dan pemecahan yang adil atas sengketa yang timbul;
  4. diperlukan aturan di bidang ini untuk mencapai tujuan GATT lebih jauh lagi;
  5. menjamin bahwa ketentuan asal barang tidak menghilangkan atau merugikan hak-hak contracting party dalam GATT;
  6. menjamin bahwa ketentuan asal barang dibuat dan diterapkan secara adil, transparan, dapat diprediksi, konsisten dan netral.
Ketentuan rules of origin ini terdiri dari empat bagian. Pertama, Defenition and Coverage yang memuat penetapan mengenai batasan dan cakupan rules of origin. Kedua, Discipline to Govern the Application of Origin yang memuat tata cara yang berlaku dalam penerapan rules of origin. Ketiga, Procedural Arrangement on Notification, Review, Consultation and Dispute Settlement yang memuat tata cara prosedur notifikasi, tinjauan, konsultasi dan penyelesaian sengketa. Keempat, Harmonization of Rules of Origin yang mengatur tentang proses harmonisasi ketentuan rules of origin.

Ketentuan asal barang didefenisikan sebagai undang-undang, peraturan dan ketentuan administratif yang ditetapkan oleh setiap negara anggota untuk menentukan negara asal barang, sepanjang ketentuan rules of origin tersebut tidak berkaitan dengan contractual or aotonomous trade … leading to the granting of tariff preferences yang dilaksanakan di luar Pasal I : 1 GATT.

Cakupan ketentuan rules of origin yang diatur meliputi semua ketentuan rules of origin yang digunakan dalam non-prefential commercial policy instrument. Selain itu dicakup pula ketentuan asal barang yang digunakan untuk barang-barang keperluan pemerintah dan untuk kepentingan pengumpulan statistik perdagangan. Penerapan ketentuan rules of origin diatur untuk masa transisi sebelum dicapainya harmonisasi ketentuan rules of origin. Oleh karena itu proses menuju harmonisasi tersebut dapat dibedakan dalam tiga bagian yaitu pada masa transisi, setelah transisi dan pelaksanaan harominisasi ketentuan rules of origin.

Pada masa transisi diupayakan negara anggota WTO menjamin penerapan ketentuan administratif dan diaturnya persyaratan yang jelas. Hal ini dilakukan berdasarkan kriteria perubahan klasifikasi tariff, kriteria persentase dan kriteria proses. Keseluruhan kriteria harus meliputi hal-hal seperti sub-heading dan heading dari nomenclature tariff. Begitu pula dalam hal kriteria perubahan klasifikasi tariff, metode menghitung persentase dalam hal kriteria persentase ad-valorem, dan kriteria proses atau manufaktur.

Hal yang perlu diperhatikan negara anggota adalah penetapan kriteria asal barang tidak boleh digunakan sebagai alat kebijaksanan perdagangan dan tidak boleh digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan kebijaksanaan perdagangan baik langsung maupun tidak langsung. Ketentuan asal barang tidak boleh menimbulkan restriksi, distorsi, bersifat non-diskriminatif dan destruktif dalam perdagangan internasional. Perubahan ketentuan asal barang oleh negara tidak dapat diterapkan secara retroaktif serta tidak mengesampingkan peraturan atau undang-undang yang ada. Ketentuan rules of origin harus dipublikasikan bilamana hal itu terkait dengan Pasal XI: 1 GATT (publication and adminstration of trade regulation).

Setelah harmonisasi ketentuan asal barang dicapai, maka barulah negara anggota menerapkan ketentuan asal barang sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam defenisi dan cakupan mengenai ketentuan rules of origin dalam perjanjian ini. Ketentuan asal barang yang diterapkan akan menentukan bahwa suatu negara ditetapkan sebagai negara asal barang bilamana barangnya secara keseluruhan dihasilkan oleh negara tersebut atau dalam hal produksi suatu barang melibatkan lebih dari satu negara, maka negara asal barang tersebut adalah negara yan melakukan last substansial transformation.

Pelaksanaan harmonisasi ketentuan rules of origin ialah untuk menerapkan ketentuan asal barang yang sesuai dengan defenisi dan cakupan dalam perjanjian diatas. Dengan demikian maka suatu negara dapat ditetapkan sebagai negara asal barang karena:

  1. keseluruhan produk yang bersangkutan dihasilkan seluruhnya di negara tersebut atau;
  2. dalam hal dimana proses produksinya melibatkan lebih satu negara, maka suatu negara yang melakukan last substansial transformation ditetapkan sebagai negara asal barang.
Harmonisasi juga bertujuan agar suatu ketentuan asal barang dapat menjadi objektif, dapat dimengerti dan dapat diprediksi sehingga tidak menimbulkan hambatan bagi perdagangan internasional. Adanya keseragaman, penanganan administrasi yang konsisten, adil dan tidak mengada-ada dalam penerapan ketentuan asal barang, koheren, dan berdasarkan suatu standar positif, juga merupakan tujuan dari harmonisasi ketentuan asal barang.

No comments: